Tahun Baru Imlek, yang menandai awal musim semi, erat kaitannya dengan ang pao.
Secara harafiah, ang pao berarti amplop yang berwarna merah. Ang pao telah menjadi salah satu simbol Tahun Baru Imlek. Pada hari raya ini, ada tradisi bahwa seseorang yang telah menikah memberikan ang pao yang berisi uang kepada orang yang lebih muda dan belum menikah. Soal jumlah, hal ini tergantung pada kemampuan dan kerelaan dari sang pemberi.
Lantas, apa makna ang pao? Budayawan Budi Santosa Tanuwibawa mengatakan, ang pao memiliki makna filosofi transfer kesejahteraan atau energi. "Transfer kesejahteraan dari orang mampu ke tidak mampu, dari orangtua ke anak-anak, dari anak-anak yang sudah menikah ke orangtua," ujar Budi.
Menurutnya, tradisi memberi ang pao telah berlangsung sejak lama. Tradisi ini diturunkan dari satu generasi ke generasi lainnya tanpa putus. Tradisi Tionghoa juga mengenal pemberian ang pao yang diberikan tujuh hari menjelang Imlek. Budi menyebut hal ini sebagai Hari Persaudaraan.
"Ini mewajibkan orang yang merayakan Tahun Baru Imlek untuk membantu sesama yang tak mampu merayakannya," kata Budi.
Tradisi Imlek Pemberian ang pao bukan satu-satunya tradisi yang dilakukan ketika Imlek. Tradisi lainnya yang menonjol adalah sembahyang leluhur. Sebelum Imlek, para warga Tionghoa umumnya turut bahu-membahu membersihkan makam para leluhurnya. Tak hanya itu, pada hari pertama Imlek, para warga Tionghoa melakukan sembahyang untuk para leluhur.
Pada ritual sembahyang, mereka menyajikan makanan, minuman, dan buah di altar almarhum dan almarhumah. Budi mengatakan, sembahyang leluhur bukanlah tradisi tanpa makna. "Ini menunjukkan bakti kepada orangtua, yang tidak hanya merawat dan menjaganya hingga meninggal, tetapi juga setelah meninggal. Ini mengingatkan bahwa kita berada di dunia ini tidak semata-mata karena Tuhan, tetapi juga orangtua," ujarnya.
Terkait tradisi santap kue lapis, jeruk, kue keranjang, ikan bandeng, tokoh Konghucu ini menilai hal ini tak lain hasil interaksi budaya China dengan masyarakat lokal. Kue keranjang atau nian gao disebut-sebut berkaitan dengan harapan agar rezeki selama satu tahun mendatang manis.
Nian sendiri berarti tahun dan gao berarti kue yang juga terdengar seperti kata tinggi. Oleh karena itu, kue keranjang sering disusun tinggi atau bertingkat. Makin ke atas, makin mengecil kue itu, memberikan makna peningkatan dalam hal rezeki atau kemakmuran. Pada zaman dahulu, banyaknya atau tingginya kue keranjang menandakan kemakmuran keluarga pemilik rumah.
"Kue keranjang itu artinya agar tiap tahun mencapai prestasi yang bertambah tinggi, setiap tahun ada peningkatan. Ini biasanya bagi mereka yang memiliki bisnis," kata Yu Ie, seorang pengurus Klenteng Petak Sembilan di Glodok, Jakarta.
Adapun ikan bandeng dihubungkan sebagai perlambang rezeki karena dalam logat Mandarin, kata 'ikan' sama bunyinya dengan kata 'yu' yang berarti rezeki. "Bandeng itu ikan. Artinya, tiap tahun ada lebihnya uang atau rezeki," ujar Yu Ie.
Buah-buahan yang wajib yang sudah pasti ada adalah pisang raja atau pisang emas yang melambangkan emas atau kemakmuran atau keuntungan yang besar. Begitu juga dengan jeruk kuning dan diusahakan yang ada daunnya. Ini juga melambangkan kemakmuran yang akan selalu tumbuh terus. "Ini supaya ada keuntungan yang besar dan terus-menerus," jelas Yu Ie.
Selain itu, atraksi barongsai juga turut menyemarakkan Imlek. Budi mengatakan, atraksi barongsai terinspirasi dari Kilin, makhluk suci bagi umat Konghucu. Rupanya menyerupai naga, memiliki kulit bersisik, dan bertanduk satu. Kilin muncul ketika Nabi Konghucu lahir dan wafat.
Menurut cerita-cerita rakyat yang populer di China, atraksi barongsai ini bertujuan untuk mengusir roh jahat yang datang di awal tahun. Imlek juga tak lengkap tanpa kehadiran bunga sedap malam di altar leluhur. Hal ini, kata Budi, bertujuan untuk mengingatkan kita agar terus tertekad berlaku baik dan harum bak bunga sedap malam.
Komentar
Posting Komentar